Catatan Kuliah : Filsafat Ilmu,
Kuliah hari ini dengan Prof. Mahfud
Arifin, karena saya dipinjami buku milik beliau yang judulnya The Passion of
The Western Mind Understanding of the Ideas That Have Shaped Our Wold View
karya Richard Tarnas katanya buku ini kereen Saya merasa terhormat dipinjami buku itu maka saya merasa harus membaca dan meriviewnya minimal
ngobrolin sama temen filsuf galau hehehe.
Salah satu Content dalam buku ini
berjudul The Greek World View, The Evaluation of the Greek Mind from Homer to
Plato. Diawali oleh Homer yang ngomong tentang Mythic view lalu datanglah
Thales yang mulai memikirkan hal lain masa itu disebut dengan masa The Birth of
Philosophy ada dihalaman 19 “Here Thales
and Successors Anaximander and Anaximenes, endowed with both leisure and
coriousity, initiated an approach to understanding the world that was radically
novel and extraordinally consequential” . Nah ini urutannya siapa saja yang
jadi tim suksenya. Diawali dengan Thales, Anaximander, Anaximenes, Parmanides,
Phytagoras, Demokritos, Protagoras Xenophanes supaya tidak bingung
menghafalkannya kita buat singkatannya aja ya….? (Anak2 Hepar pidemproxen).
The Dual Legacy
Mereka yang disebutkan itulah yang
memberi pengaruh besar namun, ada dua filsuf yang terkenal yaitu Plato dan
Aristoteles. Yuk ngomongin Plato dulu.
PLATO
Plato
lahir pada tahun 428 SM dari keluarga terkemuka di Athena, ayahnya bernama
Ariston dan ibunya bernama Periktione. Ketika bapaknya meninggal ibunya menikah
lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes yang tidak lain adalah
seorang politikus (turun ranjang ni ye hehe..), dan Plato banyak terpengaruh
dengan kehadiran pamannya ini. Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak
bergaul dengan para politikus Athena. Selain para politikus ia juga banyak
dipengaruhi oleh Kratylos, seorang filusuf yang meneruskan ajaran Herakleitos
yang mempunyai pendapat bahwa dunia ini terus berubah.
Pergaulan
dengan para politikus, Plato akhirnya menelurkan sebuah pemikiran bahwa
pemimpin suatu negara haruslah seorang filusuf, hal ini dilontarkan karena
kekecewaannnya atas kepemimpinan para politikus yang ada pada saat itu,
terutama yang berkaitan dengan kematian gurunya, yaitu Socrates, di persidangan
yang berakhir pada kematian gurunya tersebut.
Pada
perkembangan selanjutnya Plato mendirikan Akademia sebagai pusat penyelidikan
ilmiah dan di sekolah ini ia berusaha merealisasikan cita-citanya yaitu
menjadikan filsuf-filsuf yang siap menjadi pemimpin negara, dan akademia inilah
awal dari munculnya universitas-universitas saat ini karena lebih menekankan
pada kajian ilmiah bukan sekedar reotrika. Ia terus mengepalai dan mengajar di
akademia ini hingga akhir hayatnya.
Dalam
menelurkan karya-karya fisafatnya Plato menggunakan metode dialog, karena ia
percaya filsafat akan lebih baik dan teruji jika dilakukan melalui dialog dan
banyak dari karya-karyanya disampaikan secara lisan di akademia-nya. Di satu
sisi ia masih mempercayai beberap mitos yang digunakan olehnya untuk
mengemukakan dugaan-dugaan mengenai hal-hal duniawi. Ia banyak dipengaruhi oleh
gurunya, Socrates dalam pemikirannya.
Ide
merupakan inti dasar dari seluruh filasafat yang diajarkan oleh Plato. Ia
beranggapan bahwa idea merupakan suatu yang objektif, adanya idea terlepas dari
subjek yang berfikir. Ide tidak diciptakan oleh pemikiran individu, tetapi
sebaliknya pemikiran itu tergantung dari ide-ide. Ia memberikan beberapa contoh
seperti segitiga yang digambarkan di papan tulis dalam berbagai bentuk itu
merupakan gambaran yang merupakan tiruan tak sempurna dari ide tentang
segitiga. Maksudnya adalah berbagai macam segitiga itu mempunyai satu idea
tentang segitiga yang mewakili semua segitiga yang ada. Dalam menerangkan idea
ini Plato menerangkan dengan teori dua dunianya, yaitu dunia yang mencakup
benda-benda jasmani yang disajikan pancaindera, sifat dari dunia ini tidak
tetap terus berubah, dan tidak ada suatu kesempurnaan. Dunia lainnya adalah
dunia idea, dan dunia idea ini semua serba tetap, sifatnya abadi dan tentunya
serba sempurna.
Idea mendasari dan menyebabkan benda-benda jasmani.
Hubungan antara idea dan realitas jasmani bersifat demikian rupa sehingga
benda-benda jasmani tidak bisa berada tanpa pendasaran oleh idea-idea itu.
Hubungan antara idea dan realitas jasmani ini melalui 3 cara:
1. Ide hadir dalam benda-benda konkrit.
2. Benda konkrit mengambil bagian dalam ide, disini Plato
memperkenalkan partisipasi dalam filsafat.
3. Ide merupakan model atau contoh bagi benda-benda
konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yang
menyerupai model tersebut.
Plato
menganggap bahwa jiwa merupakan pusat atau intisari kepribadian manusia, dan
pandangannya ini dipengaruhi oleh Socrates, Orfisme dan mazhab Pythagorean.
Salah satu argumen yang penting ialah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan
idea-idea, dengan itu ia menuruti prinsip-prinsip yang mempunyai peranan besar
dalam filsafat. Jiwa memang mengenal ide-ide, maka atas dasar prinsip tadi
disimpulkan bahwa jiwapun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan ide-ide, jadi
sifatnya abadi dan tidak berubah.
ini adalah gambar Plato prinsipnya jiwa mempunyai sifat yang sama dengan ide yang sifatnya tidak berubah selalu mengacu pada kesempurnaan, segala sesuatunya telah ada secar ideal dari atasnya, coba lihat gambar ini dia menunjuk keatas. Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang ada di dunia ini sebenarnya hanyalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai pengetahuan yang dibawanya pada waktu berada di dunia ide, dan ketika manusia masuk ke dalam dunia realitas jasmani pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja, maka Plato menganggap juga seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki.
Ajaran
Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya
mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam
polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia
serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya
berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat.
Plato
tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan
mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau
negara. Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat
ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu
spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua
pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya
perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhanpun
bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.
Dalam
menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang
harus dididik khusus. Mereka harus mempelajari, senam yang lebih umum dan keras
dan sebaiknya dilakukan pada usia 18 sampai 20 tahun. Dari sini diseleksi lagi
untuk dijadikan calon pemimpin politik, dan untuk membentuk pemimpin mereka
harus belajar filsafat hingga usia 30 tahun, tujuan belajar filsafat ini untuk
melatih mereka dalam mencari kebenaran. Dari sini diseleksi lagi dan mereka
yang lulus seleksi akan mempelajari filsafat dan dialektika secara lebih
intensif selama 5 tahun. Dan jika dalam pendidikan ini berhasil maka selama 15
tahun ia menduduki beberapa jabatan negara yang tujuannya agar mereka tahu
pekerjaan-pekerjaan negara. Dan pada usia 50 tahun baru mereka siap menjadi
seorang pemimpin.
Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu
pertama, Golongan Penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang sudah
mengetahui “yang baik” dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua,
Pembantu atau Prajurit kalau sekarang mungkin tentara kali ya. Ketiga, Golongan
pekerja atau petani yang menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.
Plato tidak
begitu mementingkan adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab
menurutnya keadaan itu terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disamaratakan
itu semua tergantung masyarakat yang ada di polis tersebut. Adapun negara yang
diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya
monarkhi maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka
akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu diadakan penggabungan, dan negara
ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan
menghindari nasib yang terjadi di Athena.
Pandangan
Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya
terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato
memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos.
Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang
ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat
dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang
nyata ini.
Pemahaman
Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi,
yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang
sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah
ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni.
Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah
keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.