Monday, July 20, 2015

CERITA DALAM CERAMAH



Lebaran sudah berakhir saya masih ada stok tulisan yang belum di publish, awalnya saya niatkan untuk sebuah koran di Bandung dengan huruf awal P dan R (PR) apa daya tulisan saya ini tidak muncul - muncul selama Ramadhan. Namun, saya tidak berkecil hati karena niat saya menulis tidak semat-mata untuk menjadi populer di media. biarlah saya tidak populer di media sebagai intelektual selebriti, tapi saya bisa bahagia dengan menuliskan apapun yang ada dibenak saya dan ingin sekali saya muntahkan. Jadi inilah tulisan itu..




SAYA membaca status Mbak Vivi Novidia, pemilik sekolah Broadcasting di Bandung. Kawan saya itu mengeluhkan tentang penceramah, celotehnya ‘ Rasanya sudah waktunya kekuatan ilmu yang luar biasa yang dipunyai ustad yang tersebar di beberapa titik masjid untuk khutbah dibulan Ramadhan yang suci ini dibekali ilmu public speaking agar menarik dan mengerti kode etik bahwa yang mendengar khutbahnya dari beberapa usia dan seharusnya ada filterisasi agar segala usia dapat menerima dengan baik cerita beliau, bila perlu ada cerita-cerita lucu tapi penuh dengan ilmu agama’ (Status FB,18 Huni 2015)

Sudah sepekan ini kita berpuasa, aktivitas khas yang kita lakukan di bulan Ramadhan ini sangatlah khas. Seperti sholat berjamaah di mesjid-mesjid yang lebih ramai dibandingkan dengan hari biasa.  Khasnya lagi disela-sela sholat tersebut ada ceramah yang disampaikan oleh beberapa penceramah. Sebelas hari ini saya begitu asyik memperhatikan rupa-rupa gaya penceramah juga memperhatikan efeknya pada audiens yang notabene berasal dari berbagai macam usia. Khususnya anak-anak yang amat sangat tertarik menyimak karena ditugaskan oleh sekolahnya untuk mencatat apa saja yang disampaikan oleh sang pembicara dan memburu cap dari DKM mesjid.

Ada hal menarik dengan apa yang sebenarnya sudah lazim terjadi di mesjid ketika ada mimbar dan ada pendengar.  Persuasi lewat sebuah cerita yang disampaikan dimuka mimbar. Hasil pengamatan saya disebuah masjid raya Antapani pada saat shalat tarawih, penceramah begitu memikat dengan cerita-cerita menarik disetiap contohnya, dengan porsi yang pas. Isi cerita kerapkali mewakili siapa diri si penceramah tersebut.

Contohnya saja seorang camat memberikan cerita bagaimana proses e-KTP berlangsung dan entah ada atau tidak korelasinya dengan bulan ramadhan menjadi tidaklah penting yang penting informasi tersampaikan. Penceramah yang juga seorang RW menyisipkan pesan mengenai kesadaran menjaga lingkungan saat selepas sahur ataupun saat mudik, seorang dosen bercerita tentang fungsi berpuasa untuk kesehatan menurut hasil penelitian. Seorang wartawan yang ceramah memaparkan mengenai bagaimana media di bulan Ramadhan.  Menyimak cerita-cerita tersebut berhasil mengubah “ke saya an” si penceramah menjadi “ke kita an” dibulan Ramadhan.

Bercerita merupakan kegiatan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain secara lisan, dalam menyampaikan pesan seorang pembicara harus memperhatikan keefektifan dalam bercerita. Apapun pesannya, pesan – pesan tersebut akan menjadi efektif jika memperhatikan faktor kebahasaan dalam bercerita. Seperti ketepatan ucapan, penekanan nada pilihan kata, ketepatan penggunaan kalimat. Tentu saja rata-rata penceramah sudah menyadari tentang hal ini. Namun yang mungkin kurang disadari oleh sebagian besar penceramah adalah bersimpati pada audiens.

Memahami lebih penting tertarik pada audiens daripada terlihat menarik adalah penting mengapa? Karena penceramah yang mempelajari audiens akan menentukan bagaimana mereka akan bercerita, berapa usia mereka, apa jenis kelamin mereka, dimana mereka tinggal apa yang sudah mereka dengarkan. Sejak awal berpuasa mendengar isi cerita dalam ceramah berupa ayat  yang dilontarkan adalah sama yaitu surah Al- Baqarah ayat 183, Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183).

Kebanyakan penceramah senang sekali menguliti ayat ini satu persatu, saya sendiri tidak berkeberatan hanya saja akan lebih menarik lagi jika apa yang disampaikan mengenai puasa dilihat dari berbagai sisi. Nancy Duarte seorang penulis buku dan konsultan komunikasi mantan calon Presiden Amerika serikat mengemukakan hal tentang berbicara dimuka publik.

Pertama kita harus memperlakukan publik seperti raja, kedua jangan hanya membuat pikiran tergerak tapi juga harus membuat pikiran publik tergerak tapi menguayakan hati yang tergerak, gunakan kalimat yang singkat namun representatif dibanding bertele-tele. Bukankah Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu. Sebab bila terus dipaksakan dengan memikul beban-beban yang berat Ia akan menjadi buta” (HR Abu Dawud) Maylanny Christin, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom