Lebaran sudah berakhir saya masih ada stok tulisan yang belum di publish, awalnya saya niatkan untuk sebuah koran di Bandung dengan huruf awal P dan R (PR) apa daya tulisan saya ini tidak muncul - muncul selama Ramadhan. Namun, saya tidak berkecil hati karena niat saya menulis tidak semat-mata untuk menjadi populer di media. biarlah saya tidak populer di media sebagai intelektual selebriti, tapi saya bisa bahagia dengan menuliskan apapun yang ada dibenak saya dan ingin sekali saya muntahkan. Jadi inilah tulisan itu..
SAYA membaca status Mbak Vivi Novidia,
pemilik sekolah Broadcasting di Bandung. Kawan saya itu mengeluhkan tentang
penceramah, celotehnya ‘ Rasanya sudah waktunya kekuatan ilmu yang luar biasa
yang dipunyai ustad yang tersebar di beberapa titik masjid untuk khutbah
dibulan Ramadhan yang suci ini dibekali ilmu public speaking agar menarik dan
mengerti kode etik bahwa yang mendengar khutbahnya dari beberapa usia dan
seharusnya ada filterisasi agar segala usia dapat menerima dengan baik cerita
beliau, bila perlu ada cerita-cerita lucu tapi penuh dengan ilmu agama’ (Status
FB,18 Huni 2015)
Sudah sepekan ini kita berpuasa,
aktivitas khas yang kita lakukan di bulan Ramadhan ini sangatlah khas. Seperti
sholat berjamaah di mesjid-mesjid yang lebih ramai dibandingkan dengan hari
biasa. Khasnya lagi disela-sela sholat
tersebut ada ceramah yang disampaikan oleh beberapa penceramah. Sebelas hari
ini saya begitu asyik memperhatikan rupa-rupa gaya penceramah juga
memperhatikan efeknya pada audiens yang notabene berasal dari berbagai macam
usia. Khususnya anak-anak yang amat sangat tertarik menyimak karena ditugaskan
oleh sekolahnya untuk mencatat apa saja yang disampaikan oleh sang pembicara
dan memburu cap dari DKM mesjid.
Ada hal menarik dengan apa yang
sebenarnya sudah lazim terjadi di mesjid ketika ada mimbar dan ada
pendengar. Persuasi lewat sebuah cerita
yang disampaikan dimuka mimbar. Hasil pengamatan saya disebuah masjid raya
Antapani pada saat shalat tarawih, penceramah begitu memikat dengan cerita-cerita
menarik disetiap contohnya, dengan porsi yang pas. Isi cerita kerapkali
mewakili siapa diri si penceramah tersebut.
Contohnya saja seorang camat memberikan
cerita bagaimana proses e-KTP berlangsung dan entah ada atau tidak korelasinya
dengan bulan ramadhan menjadi tidaklah penting yang penting informasi
tersampaikan. Penceramah yang juga seorang RW menyisipkan pesan mengenai
kesadaran menjaga lingkungan saat selepas sahur ataupun saat mudik, seorang
dosen bercerita tentang fungsi berpuasa untuk kesehatan menurut hasil
penelitian. Seorang wartawan yang ceramah memaparkan mengenai bagaimana media
di bulan Ramadhan. Menyimak
cerita-cerita tersebut berhasil mengubah “ke saya an” si penceramah menjadi “ke
kita an” dibulan Ramadhan.
Bercerita merupakan kegiatan untuk
menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain secara lisan, dalam
menyampaikan pesan seorang pembicara harus memperhatikan keefektifan dalam
bercerita. Apapun pesannya, pesan – pesan tersebut akan menjadi efektif jika
memperhatikan faktor kebahasaan dalam bercerita. Seperti ketepatan ucapan,
penekanan nada pilihan kata, ketepatan penggunaan kalimat. Tentu saja rata-rata
penceramah sudah menyadari tentang hal ini. Namun yang mungkin kurang disadari
oleh sebagian besar penceramah adalah bersimpati pada audiens.
Memahami
lebih penting tertarik pada audiens daripada terlihat menarik adalah penting
mengapa? Karena penceramah yang mempelajari audiens akan menentukan bagaimana
mereka akan bercerita, berapa usia mereka, apa jenis kelamin mereka, dimana
mereka tinggal apa yang sudah mereka dengarkan. Sejak awal berpuasa mendengar
isi cerita dalam ceramah berupa ayat yang dilontarkan adalah sama yaitu surah Al-
Baqarah ayat 183, “Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183). “
Kebanyakan
penceramah senang sekali menguliti ayat ini satu persatu, saya sendiri tidak
berkeberatan hanya saja akan lebih menarik lagi jika apa yang disampaikan
mengenai puasa dilihat dari berbagai sisi. Nancy Duarte seorang penulis buku
dan konsultan komunikasi mantan calon Presiden Amerika serikat mengemukakan hal
tentang berbicara dimuka publik.
Pertama
kita harus memperlakukan publik seperti raja, kedua jangan hanya membuat
pikiran tergerak tapi juga harus membuat pikiran publik tergerak tapi
menguayakan hati yang tergerak, gunakan kalimat yang singkat namun
representatif dibanding bertele-tele. Bukankah Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah
terlalu membebani jiwamu dengan kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan
hal-hal yang ringan dan lucu. Sebab bila terus dipaksakan dengan memikul
beban-beban yang berat Ia akan menjadi buta” (HR Abu Dawud) Maylanny
Christin, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom