Tulisan ini adalah bentuk dari kemarahan saya, yang tersinggung egonya karena lama tidak menulis. saya hampir merasa kehilangan kemampuan saya ketika seseorang mengatakan bahwa saya sudah tidak bisa menulis, hanya karena dia membantu menuliskan (mengedit tulisan saya saja padahal). Dan saya berterimakasih karena hal itu saat ini saya kembali bersemangat untuk menulis kembali.
Ini adalah tulisan yang diperuntukkan bagi buku Rampai Media dan Kekuasaan saya menyorotinya dari sisi internal perusahaan yang sebetulnya secar eksplisit tertuang dalam sebuah mitos baju seragam. "ke-profesionalisme-an" terlihat dalam seragam yang dipakainya jika dokter punya seragam yang berwarna putih mungkin Trans Tv mulai dengan baju kemeja hitam sebagai bentuk profesionalismenya dan diikuti oleh stasiun televisi lainnya. meskipun jika dilihat kembali bahwa orang - orang yang bekerja di televisi tersebut adalah seorang buruh yang lebih berpendidikan. Well saya kembali sekarang masih dengan semangat menulis seperti dulu dan masih MC yang dulu
Cerita
di Balik SERAGAM !
Oleh
:
Maylanny Christin)*
Dosen
Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas
Komunikasi dan Bisnis – Universitas Telkom
Manusia mampu mengubah dirinya sendiri,
mencipta kembali dirinya sendiri dan mengendalikan lingkungannya hal ini
diadaptasi oleh kegiatan Public Relations. Kegiatan public relations mengurusi
berbagai kepentingan publik, baik didalam maupun diluar perusahaan. Berdasarkan jenis
publiknya kegiatan Public Relations terbagi menjadi
dua yaitu, external public relations
dan internal public relations.
Exsternal Public relations adalah hubungan dengan
publik diluar perusahaan merupakan keharusan yang mutlak. Karena perusahaan
tidak mungkin berdiri sendiri tanpa bekerja sama dengan perusahaan yang lain.
Karena itu perusahaan harus menciptakan hubungan yang harmonis dengan
publik-publik khususnya dan masyarakat umumnya.
Salah satunya dengan melakukan komunikasi dengan
publik ekstern secara informatif dan persuasif. Informasi yang disampaikan
hendaknya jujur, teliti dan sempurna berdasarkan fakta yang sebenarnya. Secara
persuasif, komunikasi dapat dilakukan atas dasar membangkitkan perhatian
komunikan (publik) sehingga timbul rasa tertarik.
Kegiatan Internal Public Relations merupakan
kegiatan yang ditujukan untuk publik internal organisasi/perusahaan. Publik
internal adalah keseluruhan elemen yang berpengaruh secara langsung dalam
keberhasilan perusahaan, seperti karyawan, manajer, supervisor, pemegang
saham, dewan direksi perusahaan dan sebagainya
Melalui kegiatan Internal Public Relations
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik internal dari
organisasi/perusahaan. Dengan hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang
terkait dalam perusahaan maka akan tercipta iklim kerja yang baik. Dengan
begitu kegiatan operasional perusahaan akan berjalan dengan lancar.
Dikotomi antara Eksternal PR dan Internal PR masih kerap terjadi. Selama
ini, ada kecenderungan External PR dianggap lebih “glamour” atau “lebih kritikal”
karena berhubungan dengan media massa, pemerintah, investor dan stakeholders
penting lainnya. Bahkan jika di instansi pemerintahanoun divisi Public
Relations dinamakan divisi humas (hubungan masyarakat) yang hanya mengurusi
publik diluar perusahaan.
Internal PR masih sering dianggap “kurang penting” bahkan sebagai anak tiri dalam organisasi.Faktanya
sampai sekarang pun, Internal PR lebih sering menjadi bagian dari HRD. Alhasil,
seringkali ditemukan para praktisi Internal PR melaporkan langsung ke Senior Manajemen suatu perusahaan.Padahal
sesungguhnya, Internal PR merupakan bidang yang tak kalah penting dengan Eksternal
PR.
Departemen ini strategis karena menjadi penghubung dan internalisasi
budaya yang menjadi modal paling berharga bagi perusahaan untuk meraih
kesuksesan. Artinya tak hanya menyangkut aktualisasi namun juga pencapaian
secara pribadi dari karyawan bersangkutan. Semangat untuk maju dari setiap
karyawan, pada akhirnya akan mendorong kemajuan perusahaan.
Senada dengan Peter Drucker, penulis ingin mengamati kegiatan internal public relations yang diinternalisasikan
Ishadi melalui seragam karyawan di Trans TV.
Peter F. Drucker menganggap bahwa para pebisnis yang ada di dunia ini,
harus mempelajari manajemen militer untuk dapat sukses dalam bisnis dan
perkembangan perusahaan.
Dalam kemiliteran, yang juga dapat dijadikan model dalam sebuah
perusahaan, adalah keharusan setiap prajurit bisa membawa tongkat kepemimpinan,
terutama pada saat berperang, jadi siapa saja diharuskan bisa untuk memimpin.
Dalam militer banyak Jendral dan Marsekal dari prajurit-prajurit yang dinaikkan
pangkatnya, karena mereka sudah mengetahui dan berpengalaman dalam situasi
kemiliteran. Jadi, Jika dikaitkan dengan penggunan seragam karyawan, semua bisa
saja menempati posisi puncak tidak bergantung pada pakaian yang dipakainya,
semua sama. Ada lima keuntungan yang akan dipetik perusahaan jika menerapkan
komunikasi internal dengan baik.
Komunikasi internal membangun pemahaman, kebanggaan, keterlibatan dan
internalisasi visi, misi, serta nilai-nilai perusahaan. Internalisasi tersebut
menciptakan aplikasi nilai-nilai dalam keseharian kegiatan usaha, dan membangun
budaya perusahaan yang dibutuhkan untuk dapat mencapai visi misi perusahaan. Budaya
inilah yang dibutuhkan untuk membangun “brand” perusahaan, semua pihak mendapatkan pengalaman dan
perlakuan yang sama.
Komunikasi internal menciptakan dukungan terhadap kebijakan manajemen dan
upaya-upaya transformasi usaha dalam menjawab tantangan pasar. Perubahan tak
pernah enak dan seringkali mengganggu “status quo“. Tanpa dukungan dari
seluruh publik internal mustahil transformasi dapat berjalan efektif. Padahal
perusahaan yang menang di kemudian hari adalah perusahaan yang mampu
beradaptasi dan melakukan transformasi secepat atau lebih cepat dari perubahan
yang terjadi di pasar. Perlu terjadi diskusi, keterlibatan dan motivasi untuk
menciptakan kebanggaan dan dukungan penuh terhadap kebijakan-kebijakan
tersebut.
Komunikasi internal membuat publik internal mengerti apa yang dilakukan
oleh bagian-bagian lainnya, menciptakan perasaan satu kesatuan dalam sebuah
keluarga besar yang bekerja untuk satu impian. Hal ini membangun kebanggaan,
rasa kedekatan dan semangat untuk berkontribusi terhadap cita-cita bersama.
Berbagai perbedaan dan konflik akan dapat diselesaikan dengan adanya pandangan
terhadap cita-cita bersama tersebut. Komunikasi internal membuat publik
internal merasa penting, dihargai, dan dihormati. Apresiasi terhadap prestasi publik
internal di muka umum akan memberi motivasi dan inspirasi untuk berlomba-lomba
meraih prestasi.
Publik internal yang termotivasi, bangga dan menjadi bagian dari
transformasi usaha akan menjadi duta dari perusahaan (corporate ambassador)
secara sukarela. Karyawan akan dengan senang hati menggunakan simbol-simbol
perusahaannya jika merasa bangga dengan institusinya.
Dilengkapi dengan panduan komunikasi, seluruh publik internal akan
menjadi komunikator dan promotor perusahaan di manapun mereka berada. Dengan
adanya social media, seluruh publik internal perlu diberdayakan agar
dapat secara efektif menjadi PR perusahaan di komunitas-komunitas online
dan offline di mana mereka berada. Hal ini tentu akan membangun reputasi
dan citra positif perusahaan, dan pada akhirnya efektif membangun ekuitas brand
perusahaan.
Lebih jauh lagi, keberhasilan efektivitas Internal PR, akan sangat
terasa jika organisasi menghadapi situasi krisis (crisis management).
CEO memang menjadi nakhoda yang harus meng-counter atau mengklarifikasi
isu yang berkembang. Begitu juga Corporate Communication Division Head
yang harus memantau pergerakan isu, menjalin relasi dan mem-feeding media dengan isu yang
positif agar perusahaan tidak terus-terusan menjadi bulan-bulanan pers. Namun
dibalik itu, Internal PR menyediakan karyawan lebih dari strategi dalam
penanganan krisis sekaligus mempersiapkan fakta tentang krisis tersebut.
Hubungan dengan karyawan (employee relations)
Seorang PR harus mampu berkomunikasi dengan segala
lapisan karyawan baik secara formal maupun informal untuk mengetahui kritik dan
saran mereka sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan dalam organisasi/perusahaan.
Seorang PR harus mampu menjembatani komunikasi antara
pimpinan dan karyawan. Karena dengan diadakan program employee relations diharapkan
akan menimbulkan hasil yang positif yaitu karyawan merasa dihargai dan
diperhatikan oleh pimpinan perusahaan. Sehingga dapat menciptakan rasa memilki
(sense of belonging), motivasi, kreativitas dan ingin mencapai prestasi
kerja semaksimal mungkin.
Target kegiatan PR dalam konteks ini adalah menjaga
suasana diantara para karyawan di dalam badan atau perusahaan. Bagaimana
menciptakan komunikasi efektif, keserasian hubungan antara pimpinan dan
bawahan, baik secara horisontal maupun vertikal, sehingga dapat memperkuat tim
kerja perusahaan. Dalam industri pertelevisian yang dilakukan oleh Ishadi SK adalah dengan
membuat bingkai baru dalam manajemen publik internal maupun eksternal. Seperti
yang diungkapkannya, “ Bentuk televisi publik yang menghindari pengaruh negatif
televisi pemerintah dan komersial yang memaksimalkan kepentingan publik “ (Ishadi,
2014:57).
Storytelling
for creating community bonding,
adalah sebuah strategi hubungan yang dijalin secara internal dalam
hal ini adalah hubunganya dengan keseluruhan karyawan, yang memiliki berbagai
kecakapan, sifat, kewajiban dan tanggung jawab, karyawan yang merupakan bagian
integral dari suatu kekuatan kohesif, khususnya dalam dunia pertelevisian untuk
mencapai keterikatan perlu penekanan yang didengungkan secara terus menerus,
yang disampaikan melalui motivasi tersurat.
Menceritakan keberhasilan individu dalam
memimpin, sama halnya dengan menceritakan kembali cara pemimpin menggulirkan
cerita pada organisasinya. Penelitian oleh para ilmuan sosial menunjukkan bahwa unsur kunci yang
menjadikan cerita menjadi simbol dan menciptakan “integrasi sosial” dalam hal
ini adalah, eksekutif puncak terus-menerus menunjukkan gagasan atau kerangka
umum. Mereka berulang-ulang mengatakan unsur kunci dan tujuan organisasi. Sebelumnya,
Ishadi mengaku pernah mengatakan kepada teman-temannya yang diajak
bergabung di televisi yang dipimpinnya ingin menjadi nomor satu. Namun saat
itu, ia ditanggapi pesimis. Tapi sepertinya keinginan Ishadi mulai terealisasi
dengan baik melalui motivasi “Jika menargetkan diri menjadi nomor lima maka
jika tidak tercapai maka akan menjadi nomor enam, jika menargetkan nomor satu
jika gagal maka minimal akan menjadi nomor dua”.
Dalam menjawab
kecemasan dan bertindak sebagai sebuah kekuatan, Ia mulai mendidik para
karyawannya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Karyawan yang sudah
masuk ke Trans TV seolah-olah sudah mendapatkan keuntungan secara tidak
langsung berupa pendidikan yang sangat profesional.
Penggemblengan
yang diberikan kepada para karyawan seolah sebagai garansi bahwa siapapun yang
masuk ke wilayah Trans TV dapat diterima di stasiun TV manapun. Meskipun dari
sisi penggajian Trans TV tidak terlalu besar namun angkatan kerja yang notabene
anak muda berbondong-bondong untuk melamar kerja dan bergabung dalam institusi
ini, sehingga tidak mempengaruhi citra televisi swasta yang satu ini.
Identitas perusahaan atau jati diri perusahaan
adalah semua perwakilan atau perwujudan media visual dan fisik yang
menampilkan suatu jati diri organisasi sehingga dapat membedakan organisasi/perusahaan tersebut dengan organisasi/perusahaan lainnya. Dalam bidang
public relations, relasi identitas perusahaan dijelaskan dalam bentuk model
dinamika identitas perusahaan yang dikemukakan oleh Hacth and Schultz. Model
dinamika tersebut menyebutkan bahwa identitas perusahaan memiliki relasi dengan
budaya perusahaan (corporate culture)
dan citra perusahaan (corporate image).
Secara internal, identitas perusahaan terkait dengan kultur / budaya yang
dianut oleh perusahaan. Namun, secara eksternal, identitas perusahaan memiliki
keterkaitan dengan citra perusahaan.
Saat ini, identitas perusahaan telah diakui sebagai sumber daya yang strategis
dan sumber keunggulan yang kompetitif.
Kepeloporan
Trans Tv membentuk kebersamaan yang tercetus dalam atribut kerja diantaranya :
seragam yang dikenakan oleh setiap karyawannya. Saat ini mungkin bukan hanya
Trans TV yang menggunakannya. Namun, Trans TV adalah pelopornya.
Ketentuan memakai seragam dituangkan dalam peraturan
perusahaan masing-masing. Salah satu tujuan diberlakukannya pemakaian seragam
adalah untuk melatih disiplin karyawan. Adapun tujuan lain pemakaian seragam
kerja yaitu sebagai identitas diri perusahaan serta bermakna kekompakan antar
karyawan dalam perusahaan tersebut. Penggunaan seragam kerja berlaku untuk
karyawan yang bekerja di dalam mapun di luar ruang kantor.
Tren menggunakan seragam kerja untuk televisi swasta
dipelopori oleh Trans TV, yang merupakan salah satu perusahaan di bawah naungan
PT Trans Corporation yang mulai mengudara serta diresmikan presiden Megawati
pada tanggal 15 Desember 2001. Budaya perusahaan dituangkan dalam penggunaan
seragam kerja yang dipakai seluruh staf dan karyawannya. Dalam hal ini, seragam
kerja Trans TV ingin menunjukkan profesionalisme, kerja sama, dan kebersamaan
dalam membangun perusahaan.
Desain seragam Trans TV berwarna dasar hitam. Model
seragam berbentuk kemeja berkancing, terdapat saku pada depan dada. Bordir logo
Trans TV pada kedua lengan samping baju. Seragam tidak hanya diartikan sebagai
simbol branding melainkan ada juga kebanggaan profesi etos kerja dan nilai
nilai yang coba untuk dikomunikasikan.
Ishadi dalam bab Selubung Produksi Berita televisi
Swasta menuturkan, “Paradigma kritis memandang bahwa realitas terbentuk secara
historis atau disebut historical realism dengan
kata lain realitas merupakan hasil bentukan dari proses-proses ekonomi, sosial,
politik, dan budaya” (Ishadi, 2014 :11).Dalam iklim persaingan televisi swasta, fakta bahwa televisi-televisi
tersebut memproduksi begitu banyak program, dengan biaya yang begitu minimal
memang sangat terasa bernuansa industrial digenapkan dengan banyaknya karyawan Trans TV di bagian produksi dan News
lebih besar dibandingkan di stasiun-stasiun TV lain, dan mereka dengan bangga
memperlihatkan diri bahwa mereka adalah mahluk berseragam!
Daftar Pustaka:
Gobe, Marc Emotional Branding, 2003 Allworth Press
New York
SK, Ishadi, Media dan Kekuasaan, 2014 Penerbit Kompas Jakarta