Saturday, March 21, 2015

Cerita di Balik Seragam

Tulisan ini adalah bentuk dari kemarahan saya, yang tersinggung egonya karena lama tidak menulis. saya hampir merasa kehilangan kemampuan saya ketika seseorang mengatakan bahwa saya sudah tidak bisa menulis, hanya karena dia membantu menuliskan (mengedit tulisan saya saja padahal). Dan saya berterimakasih karena hal itu saat ini saya kembali bersemangat untuk menulis kembali. 

Ini adalah tulisan yang diperuntukkan bagi buku Rampai Media dan Kekuasaan saya menyorotinya dari sisi internal perusahaan yang sebetulnya secar eksplisit tertuang dalam sebuah mitos baju seragam. "ke-profesionalisme-an" terlihat dalam seragam yang dipakainya jika dokter punya seragam yang berwarna putih mungkin Trans Tv mulai dengan baju kemeja hitam sebagai bentuk profesionalismenya dan diikuti oleh stasiun televisi lainnya. meskipun jika dilihat kembali bahwa orang - orang yang bekerja di televisi tersebut adalah seorang buruh yang lebih berpendidikan. Well saya kembali sekarang masih dengan semangat menulis seperti dulu dan masih MC yang dulu 

Cerita di Balik SERAGAM !
Oleh :
 Maylanny Christin)*
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Komunikasi dan Bisnis – Universitas Telkom

Manusia mampu mengubah dirinya sendiri, mencipta kembali dirinya sendiri dan mengendalikan lingkungannya hal ini diadaptasi oleh kegiatan Public Relations. Kegiatan public relations mengurusi berbagai kepentingan publik, baik didalam maupun diluar perusahaan. Berdasarkan jenis publiknya kegiatan Public Relations terbagi menjadi dua yaitu, external public relations dan internal public relations.

Exsternal Public relations adalah hubungan dengan publik diluar perusahaan merupakan keharusan yang mutlak. Karena perusahaan tidak mungkin berdiri sendiri tanpa bekerja sama dengan perusahaan yang lain. Karena itu perusahaan harus menciptakan hubungan yang harmonis dengan publik-publik khususnya dan masyarakat umumnya.
Salah satunya dengan melakukan komunikasi dengan publik ekstern secara informatif dan persuasif. Informasi yang disampaikan hendaknya jujur, teliti dan sempurna berdasarkan fakta yang sebenarnya. Secara persuasif, komunikasi dapat dilakukan atas dasar membangkitkan perhatian komunikan (publik) sehingga timbul rasa tertarik.
Kegiatan Internal Public Relations merupakan kegiatan yang ditujukan untuk publik internal organisasi/perusahaan. Publik internal adalah keseluruhan elemen yang berpengaruh secara langsung dalam keberhasilan perusahaan, seperti  karyawan, manajer, supervisor, pemegang saham, dewan direksi perusahaan dan sebagainya
Melalui kegiatan Internal Public Relations diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik internal dari organisasi/perusahaan. Dengan hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan maka akan tercipta iklim kerja yang baik. Dengan begitu kegiatan operasional perusahaan akan berjalan dengan lancar. 


Dikotomi antara Eksternal PR dan Internal PR masih kerap terjadi. Selama ini, ada kecenderungan External PR dianggap lebih “glamour” atau “lebih kritikal” karena berhubungan dengan media massa, pemerintah, investor dan stakeholders penting lainnya.  Bahkan jika di instansi pemerintahanoun divisi Public Relations dinamakan divisi humas (hubungan masyarakat) yang hanya mengurusi publik diluar perusahaan.
Internal PR masih sering dianggap “kurang penting” bahkan sebagai anak tiri dalam organisasi.Faktanya sampai sekarang pun, Internal PR lebih sering menjadi bagian dari HRD. Alhasil, seringkali ditemukan para praktisi Internal PR melaporkan langsung ke Senior Manajemen suatu perusahaan.Padahal sesungguhnya, Internal PR merupakan bidang yang tak kalah penting dengan Eksternal PR.
Departemen ini strategis karena menjadi penghubung dan internalisasi budaya yang menjadi modal paling berharga bagi perusahaan untuk meraih kesuksesan. Artinya tak hanya menyangkut aktualisasi namun juga pencapaian secara pribadi dari karyawan bersangkutan. Semangat untuk maju dari setiap karyawan, pada akhirnya akan mendorong kemajuan perusahaan.
Senada dengan Peter Drucker,  penulis ingin mengamati kegiatan internal  public relations yang diinternalisasikan Ishadi melalui seragam karyawan di Trans TV.  Peter F. Drucker menganggap bahwa para pebisnis yang ada di dunia ini, harus mempelajari manajemen militer untuk dapat sukses dalam bisnis dan perkembangan perusahaan.
Dalam kemiliteran, yang juga dapat dijadikan model dalam sebuah perusahaan, adalah keharusan setiap prajurit bisa membawa tongkat kepemimpinan, terutama pada saat berperang, jadi siapa saja diharuskan bisa untuk memimpin. Dalam militer banyak Jendral dan Marsekal dari prajurit-prajurit yang dinaikkan pangkatnya, karena mereka sudah mengetahui dan berpengalaman dalam situasi kemiliteran. Jadi, Jika dikaitkan dengan penggunan seragam karyawan, semua bisa saja menempati posisi puncak tidak bergantung pada pakaian yang dipakainya, semua sama. Ada lima keuntungan yang akan dipetik perusahaan jika menerapkan komunikasi internal dengan baik.
Komunikasi internal membangun pemahaman, kebanggaan, keterlibatan dan internalisasi visi, misi, serta nilai-nilai perusahaan. Internalisasi tersebut menciptakan aplikasi nilai-nilai dalam keseharian kegiatan usaha, dan membangun budaya perusahaan yang dibutuhkan untuk dapat mencapai visi misi perusahaan. Budaya inilah yang dibutuhkan untuk membangun “brand” perusahaan,  semua pihak mendapatkan pengalaman dan perlakuan yang sama.
Komunikasi internal menciptakan dukungan terhadap kebijakan manajemen dan upaya-upaya transformasi usaha dalam menjawab tantangan pasar. Perubahan tak pernah enak dan seringkali mengganggu “status quo“. Tanpa dukungan dari seluruh publik internal mustahil transformasi dapat berjalan efektif. Padahal perusahaan yang menang di kemudian hari adalah perusahaan yang mampu beradaptasi dan melakukan transformasi secepat atau lebih cepat dari perubahan yang terjadi di pasar. Perlu terjadi diskusi, keterlibatan dan motivasi untuk menciptakan kebanggaan dan dukungan penuh terhadap kebijakan-kebijakan tersebut.
Komunikasi internal membuat publik internal mengerti apa yang dilakukan oleh bagian-bagian lainnya, menciptakan perasaan satu kesatuan dalam sebuah keluarga besar yang bekerja untuk satu impian. Hal ini membangun kebanggaan, rasa kedekatan dan semangat untuk berkontribusi terhadap cita-cita bersama. Berbagai perbedaan dan konflik akan dapat diselesaikan dengan adanya pandangan terhadap cita-cita bersama tersebut. Komunikasi internal membuat publik internal merasa penting, dihargai, dan dihormati. Apresiasi terhadap prestasi publik internal di muka umum akan memberi motivasi dan inspirasi untuk berlomba-lomba meraih prestasi.
Publik internal yang termotivasi, bangga dan menjadi bagian dari transformasi usaha akan menjadi duta dari perusahaan (corporate ambassador) secara sukarela. Karyawan akan dengan senang hati menggunakan simbol-simbol perusahaannya jika merasa bangga dengan institusinya.
Dilengkapi dengan panduan komunikasi, seluruh publik internal akan menjadi komunikator dan promotor perusahaan di manapun mereka berada. Dengan adanya social media, seluruh publik internal perlu diberdayakan agar dapat secara efektif menjadi PR perusahaan di komunitas-komunitas online dan offline di mana mereka berada. Hal ini tentu akan membangun reputasi dan citra positif perusahaan, dan pada akhirnya efektif membangun ekuitas brand perusahaan.
Lebih jauh lagi, keberhasilan efektivitas Internal PR, akan sangat terasa jika organisasi menghadapi situasi krisis (crisis management). CEO memang menjadi nakhoda yang harus meng-counter atau mengklarifikasi isu yang berkembang. Begitu juga Corporate Communication Division Head yang harus memantau pergerakan isu, menjalin relasi  dan mem-feeding media dengan isu yang positif agar perusahaan tidak terus-terusan menjadi bulan-bulanan pers. Namun dibalik itu, Internal PR menyediakan karyawan lebih dari strategi dalam penanganan krisis sekaligus mempersiapkan fakta tentang krisis tersebut.

Hubungan dengan karyawan (employee relations)
Seorang PR harus mampu berkomunikasi dengan segala lapisan karyawan baik secara formal maupun informal untuk mengetahui kritik dan saran mereka sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dalam organisasi/perusahaan.
Seorang PR harus mampu menjembatani komunikasi antara pimpinan dan karyawan. Karena dengan diadakan program employee relations diharapkan akan menimbulkan hasil yang positif yaitu karyawan merasa dihargai dan diperhatikan oleh pimpinan perusahaan. Sehingga dapat menciptakan rasa memilki (sense of belonging), motivasi, kreativitas dan ingin mencapai prestasi kerja semaksimal mungkin.
Target kegiatan PR dalam konteks ini adalah menjaga suasana diantara para karyawan di dalam badan atau perusahaan. Bagaimana menciptakan komunikasi efektif, keserasian hubungan antara pimpinan dan bawahan, baik secara horisontal maupun vertikal, sehingga dapat memperkuat tim kerja perusahaan. Dalam industri pertelevisian yang dilakukan oleh Ishadi SK adalah dengan membuat bingkai baru dalam manajemen publik internal maupun eksternal. Seperti yang diungkapkannya, “ Bentuk televisi publik yang menghindari pengaruh negatif televisi pemerintah dan komersial yang memaksimalkan kepentingan publik “ (Ishadi, 2014:57).
Storytelling for creating community bonding,  adalah sebuah strategi  hubungan yang dijalin secara internal dalam hal ini adalah hubunganya dengan keseluruhan karyawan, yang memiliki berbagai kecakapan, sifat, kewajiban dan tanggung jawab, karyawan yang merupakan bagian integral dari suatu kekuatan kohesif, khususnya dalam dunia pertelevisian untuk mencapai keterikatan perlu penekanan yang didengungkan secara terus menerus, yang disampaikan melalui motivasi tersurat.
Menceritakan keberhasilan individu dalam memimpin, sama halnya dengan menceritakan kembali cara pemimpin menggulirkan cerita pada organisasinya. Penelitian oleh para ilmuan sosial menunjukkan bahwa unsur kunci yang menjadikan cerita menjadi simbol dan menciptakan “integrasi sosial” dalam hal ini adalah, eksekutif puncak terus-menerus menunjukkan gagasan atau kerangka umum. Mereka berulang-ulang mengatakan unsur kunci dan tujuan organisasi. Sebelumnya, Ishadi mengaku pernah mengatakan kepada teman-temannya yang diajak bergabung di televisi yang dipimpinnya ingin menjadi nomor satu. Namun saat itu, ia ditanggapi pesimis. Tapi sepertinya keinginan Ishadi mulai terealisasi dengan baik melalui motivasi “Jika menargetkan diri menjadi nomor lima maka jika tidak tercapai maka akan menjadi nomor enam, jika menargetkan nomor satu jika gagal maka minimal akan menjadi nomor dua”.
Dalam menjawab kecemasan dan bertindak sebagai sebuah kekuatan, Ia mulai mendidik para karyawannya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Karyawan yang sudah masuk ke Trans TV seolah-olah sudah mendapatkan keuntungan secara tidak langsung berupa pendidikan yang sangat profesional.
Penggemblengan yang diberikan kepada para karyawan seolah sebagai garansi bahwa siapapun yang masuk ke wilayah Trans TV dapat diterima di stasiun TV manapun. Meskipun dari sisi penggajian Trans TV tidak terlalu besar namun angkatan kerja yang notabene anak muda berbondong-bondong untuk melamar kerja dan bergabung dalam institusi ini, sehingga tidak mempengaruhi citra televisi swasta yang satu ini.
Identitas perusahaan atau jati diri perusahaan adalah semua perwakilan atau perwujudan media visual dan fisik yang menampilkan suatu jati diri organisasi sehingga dapat membedakan organisasi/perusahaan tersebut dengan organisasi/perusahaan lainnya. Dalam bidang public relations, relasi identitas perusahaan dijelaskan dalam bentuk model dinamika identitas perusahaan yang dikemukakan oleh Hacth and Schultz. Model dinamika tersebut menyebutkan bahwa identitas perusahaan memiliki relasi dengan budaya perusahaan (corporate culture) dan citra perusahaan (corporate image). Secara internal, identitas perusahaan terkait dengan kultur / budaya yang dianut oleh perusahaan. Namun, secara eksternal, identitas perusahaan memiliki keterkaitan dengan citra perusahaan. Saat ini, identitas perusahaan telah diakui sebagai sumber daya yang strategis dan sumber keunggulan yang kompetitif.

Kepeloporan Trans Tv membentuk kebersamaan yang tercetus dalam atribut kerja diantaranya : seragam yang dikenakan oleh setiap karyawannya. Saat ini mungkin bukan hanya Trans TV yang menggunakannya. Namun, Trans TV adalah pelopornya.

(maaf gambar modelnya gak bisa di copy jadi berantakan :) )

            Ketentuan memakai seragam dituangkan dalam peraturan perusahaan masing-masing. Salah satu tujuan diberlakukannya pemakaian seragam adalah untuk melatih disiplin karyawan. Adapun tujuan lain pemakaian seragam kerja yaitu sebagai identitas diri perusahaan serta bermakna kekompakan antar karyawan dalam perusahaan tersebut. Penggunaan seragam kerja berlaku untuk karyawan yang bekerja di dalam mapun di luar ruang kantor.
Tren menggunakan seragam kerja untuk televisi swasta dipelopori oleh Trans TV, yang merupakan salah satu perusahaan di bawah naungan PT Trans Corporation yang mulai mengudara serta diresmikan presiden Megawati pada tanggal 15 Desember 2001. Budaya perusahaan dituangkan dalam penggunaan seragam kerja yang dipakai seluruh staf dan karyawannya. Dalam hal ini, seragam kerja Trans TV ingin menunjukkan profesionalisme, kerja sama, dan kebersamaan dalam membangun perusahaan.
Desain seragam Trans TV berwarna dasar hitam. Model seragam berbentuk kemeja berkancing, terdapat saku pada depan dada. Bordir logo Trans TV pada kedua lengan samping baju. Seragam tidak hanya diartikan sebagai simbol branding melainkan ada juga kebanggaan profesi etos kerja dan nilai nilai yang coba untuk dikomunikasikan.
Ishadi dalam bab Selubung Produksi Berita televisi Swasta menuturkan, “Paradigma kritis memandang bahwa realitas terbentuk secara historis atau disebut historical realism dengan kata lain realitas merupakan hasil bentukan dari proses-proses ekonomi, sosial, politik, dan budaya” (Ishadi, 2014 :11).Dalam iklim persaingan televisi swasta, fakta bahwa televisi-televisi tersebut memproduksi begitu banyak program, dengan biaya yang begitu minimal memang sangat terasa bernuansa industrial digenapkan dengan banyaknya  karyawan Trans TV di bagian produksi dan News lebih besar dibandingkan di stasiun-stasiun TV lain, dan mereka dengan bangga memperlihatkan diri bahwa mereka adalah mahluk berseragam!


Daftar Pustaka:
Gobe, Marc Emotional Branding, 2003 Allworth Press New York
SK, Ishadi, Media dan Kekuasaan, 2014  Penerbit Kompas Jakarta