Tuesday, August 19, 2014

The Dual Legacy

Catatan Kuliah : Filsafat Ilmu, 
Kuliah hari ini dengan Prof. Mahfud Arifin, karena saya dipinjami buku milik beliau yang judulnya The Passion of The Western Mind Understanding of the Ideas That Have Shaped Our Wold View karya Richard Tarnas katanya buku ini kereen  Saya merasa terhormat dipinjami buku itu maka saya merasa harus membaca dan meriviewnya minimal ngobrolin sama temen filsuf galau hehehe.




Salah satu Content dalam buku ini berjudul The Greek World View, The Evaluation of the Greek Mind from Homer to Plato. Diawali oleh Homer yang ngomong tentang Mythic view lalu datanglah Thales yang mulai memikirkan hal lain masa itu disebut dengan masa The Birth of Philosophy ada dihalaman 19 “Here Thales and Successors Anaximander and Anaximenes, endowed with both leisure and coriousity, initiated an approach to understanding the world that was radically novel and extraordinally consequential” . Nah ini urutannya siapa saja yang jadi tim suksenya. Diawali dengan Thales, Anaximander, Anaximenes, Parmanides, Phytagoras, Demokritos, Protagoras Xenophanes supaya tidak bingung menghafalkannya kita buat singkatannya aja ya….? (Anak2 Hepar pidemproxen).

The Dual Legacy
Mereka yang disebutkan itulah yang memberi pengaruh besar namun, ada dua filsuf yang terkenal yaitu Plato dan Aristoteles. Yuk ngomongin Plato dulu.

PLATO

Plato lahir pada tahun 428 SM dari keluarga terkemuka di Athena, ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Ketika bapaknya meninggal ibunya menikah lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes yang tidak lain adalah seorang politikus (turun ranjang ni ye hehe..), dan Plato banyak terpengaruh dengan kehadiran pamannya ini. Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul dengan para politikus Athena. Selain para politikus ia juga banyak dipengaruhi oleh Kratylos, seorang filusuf yang meneruskan ajaran Herakleitos yang mempunyai pendapat bahwa dunia ini terus berubah.

Pergaulan dengan para politikus, Plato akhirnya menelurkan sebuah pemikiran bahwa pemimpin suatu negara haruslah seorang filusuf, hal ini dilontarkan karena kekecewaannnya atas kepemimpinan para politikus yang ada pada saat itu, terutama yang berkaitan dengan kematian gurunya, yaitu Socrates, di persidangan yang berakhir pada kematian gurunya tersebut.

Pada perkembangan selanjutnya Plato mendirikan Akademia sebagai pusat penyelidikan ilmiah dan di sekolah ini ia berusaha merealisasikan cita-citanya yaitu menjadikan filsuf-filsuf yang siap menjadi pemimpin negara, dan akademia inilah awal dari munculnya universitas-universitas saat ini karena lebih menekankan pada kajian ilmiah bukan sekedar reotrika. Ia terus mengepalai dan mengajar di akademia ini hingga akhir hayatnya.

Dalam menelurkan karya-karya fisafatnya Plato menggunakan metode dialog, karena ia percaya filsafat akan lebih baik dan teruji jika dilakukan melalui dialog dan banyak dari karya-karyanya disampaikan secara lisan di akademia-nya. Di satu sisi ia masih mempercayai beberap mitos yang digunakan olehnya untuk mengemukakan dugaan-dugaan mengenai hal-hal duniawi. Ia banyak dipengaruhi oleh gurunya, Socrates dalam pemikirannya.

Ide merupakan inti dasar dari seluruh filasafat yang diajarkan oleh Plato. Ia beranggapan bahwa idea merupakan suatu yang objektif, adanya idea terlepas dari subjek yang berfikir. Ide tidak diciptakan oleh pemikiran individu, tetapi sebaliknya pemikiran itu tergantung dari ide-ide. Ia memberikan beberapa contoh seperti segitiga yang digambarkan di papan tulis dalam berbagai bentuk itu merupakan gambaran yang merupakan tiruan tak sempurna dari ide tentang segitiga. Maksudnya adalah berbagai macam segitiga itu mempunyai satu idea tentang segitiga yang mewakili semua segitiga yang ada. Dalam menerangkan idea ini Plato menerangkan dengan teori dua dunianya, yaitu dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan pancaindera, sifat dari dunia ini tidak tetap terus berubah, dan tidak ada suatu kesempurnaan. Dunia lainnya adalah dunia idea, dan dunia idea ini semua serba tetap, sifatnya abadi dan tentunya serba sempurna.

Idea mendasari dan menyebabkan benda-benda jasmani. Hubungan antara idea dan realitas jasmani bersifat demikian rupa sehingga benda-benda jasmani tidak bisa berada tanpa pendasaran oleh idea-idea itu. Hubungan antara idea dan realitas jasmani ini melalui 3 cara:
1. Ide hadir dalam benda-benda konkrit.
2. Benda konkrit mengambil bagian dalam ide, disini Plato memperkenalkan partisipasi dalam filsafat.
3. Ide merupakan model atau contoh bagi benda-benda konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yang menyerupai model tersebut.

Plato menganggap bahwa jiwa merupakan pusat atau intisari kepribadian manusia, dan pandangannya ini dipengaruhi oleh Socrates, Orfisme dan mazhab Pythagorean. Salah satu argumen yang penting ialah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan idea-idea, dengan itu ia menuruti prinsip-prinsip yang mempunyai peranan besar dalam filsafat. Jiwa memang mengenal ide-ide, maka atas dasar prinsip tadi disimpulkan bahwa jiwapun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan ide-ide, jadi sifatnya abadi dan tidak berubah.



ini adalah gambar Plato prinsipnya jiwa mempunyai sifat yang sama dengan ide yang sifatnya tidak berubah selalu mengacu pada kesempurnaan, segala sesuatunya telah ada secar ideal dari atasnya, coba lihat gambar ini dia menunjuk keatas. Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang ada di dunia ini sebenarnya hanyalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai pengetahuan yang dibawanya pada waktu berada di dunia ide, dan ketika manusia masuk ke dalam dunia realitas jasmani pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja, maka Plato menganggap juga seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki.

Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat.

Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara. Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.

Dalam menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus. Mereka harus mempelajari, senam yang lebih umum dan keras dan sebaiknya dilakukan pada usia 18 sampai 20 tahun. Dari sini diseleksi lagi untuk dijadikan calon pemimpin politik, dan untuk membentuk pemimpin mereka harus belajar filsafat hingga usia 30 tahun, tujuan belajar filsafat ini untuk melatih mereka dalam mencari kebenaran. Dari sini diseleksi lagi dan mereka yang lulus seleksi akan mempelajari filsafat dan dialektika secara lebih intensif selama 5 tahun. Dan jika dalam pendidikan ini berhasil maka selama 15 tahun ia menduduki beberapa jabatan negara yang tujuannya agar mereka tahu pekerjaan-pekerjaan negara. Dan pada usia 50 tahun baru mereka siap menjadi seorang pemimpin.

Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu pertama, Golongan Penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang sudah mengetahui “yang baik” dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua, Pembantu atau Prajurit kalau sekarang mungkin tentara kali ya. Ketiga, Golongan pekerja atau petani yang menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.

Plato tidak begitu mementingkan adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disamaratakan itu semua tergantung masyarakat yang ada di polis tersebut. Adapun negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya monarkhi maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu diadakan penggabungan, dan negara ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena.

Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini.

Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.

Selanjutnya jika kita membicarakan tentang dual legacy, kita akan membicarakan tentang Aristoteles, tapi besok ya