Ini Janji saya semalam, lanjutan dari The Dual Legacy. Sambil menunggu kuliah hari kedua pukul 07:50, tentang Aristoteles. Hal yang penting yang membedakan The Dual Legacy, Plato menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, sedangkan Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Ini loh yang menjelaskan tentang gambar Plato yang nunjuk keatas artinya bentuk ideal sebuah benda pernah ada, artinya kita sekarang udah tau idealnya bagaimana, sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena dia ada (eksis) ini loh dasar kita melihat penelitian metode Fenomenologi.
ARISTOTELES
Aristoteles
lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya
termasuk wilayah Makedonia Tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi
Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun (waktu umur 17 tahun inget gak,
kalian jadi murid suapa?).
Aristoteles
bergabung menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi
Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut
setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat
Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan
bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi
nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.
Hasil
karyanya banyak sekali. Akan tetapi sulit menyusun karyanya itu secara
sistematis. Berbeda-beda cara orang membagi-bagiannya, ada yang membaginya
menjadi 8 bagian, yang mencakup masalah logika (enam makalah, yang dianggap
sebagai karya-karyanya yang paling penting), metafisika, etika, politik,
psikologi, biologi, ekonomi dan filsafat alam dan akhirnya retorika dan
poetika.
Filsafat
Aristoteles berkembang pada waktu ia memimpin Lyceum. Ada juga orang yang
menguraikan perkembangan pemikiran Aristoteles melipti 3 tahap, yaitu:
1. Tahap di Akademi, ketika ia masih setia kepada gurunya
Plato, termasuk ajaran Plato tentang ide.
2. Tahap ia di Assos, ketika ia berbalik dari Plato,
mengekritik ajaran Plato tentang ide-ide serta menentukan filsafatnya sendiri
3. Tahap ketika ia di sekolahnya di Athena, waktu ia
berbalik dari spekulasi ke penyelidikan empiris, mengindahkan yang kongkrit dan
yang individual.
Logika
Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang
bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran
tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia
menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif
(inductive thinking).
Berpikir
dilaksanakan dengan perantaraan pengertian-pengertian (meja, kursi, perkakas
rumah, dll). Menurut Aristoteles, tiap pengertian berpautan dengan benda
tertentu, oleh sebab itu, tiap pengetahuan adalah suatu penggambaran kenyataan.
Segala pengertian dapat dihubungkan yang satu dengan yang lain menurut
tertibnya dan dapat disusun menurut sifat-sifat yang umum.
Penggolongan
menurut sifatnya yang umum ini dapat diperluas lagi hingga sampai kepada
kelompok pengertian yang tidak dapat diturunkan dari kelompok yang lebih tinggi
lagi, sampai kepada kelompok pengertian yang telah mencakup apa saja yang dapat
dikatakan tentang sesuatu. Kelompok paling umum ini disebut kategori. Ada 10
kategori, yaitu:
1. substansi (manusia, binatang, dll)
2. kuantitas (dua, tiga, sepuluh, dll)
3. kualitas (putih, busuk, dll)
4. relasi (rangkap, separoh, dll)
5. tempat (di pasar, di rumah)
6. waktu (kemaren, sekarang, besok, dll)
7. keadaan (duduk, berdiri, dll)
8. mempunyai 9bersepatu, bersuami, dll)
9. berbuat (mengiris, membakar, dll)
10. menderita (terbakar, terpotong-potong, dll)
Kadang ia hanya membuat kategori menjadi 8, tetapi yang
paling penting adalah 4 kategori pertama.
Ajaran
Aristoteles yang mengenai fisika dan merafisika tidak senantiasa dapat
dibeda-bedakan dengan jelas. Sebutan "metafisika" sebenernya memang
hanya suatu sebutan yang kebetulan saja. Istilah ini tidak bcrasal dari
Aristoteles sendiri. melainkan dari Andronikos dari Rhodos (± 70 SM). la
menyusun karya-karya Aristoteles dcngan cara demikian, bahwa karya-karya
Aristoteles tentang "filsafat pertama", yang mengenali hal-hal yang
bersifat gaib, ditempatkan sesudah karya-karyanya tentang fisika (meta fisika).
Kala meta mempunyai arti rangkap, yaitu: sesudah dan di belakang. Judul meta
fisitka ketika itu dipandang sebagai tepat sekali untuk dipakai guna
mengungkapkan isi pandangan-pandangan yang mengenai "hal-hal yang di
belakang gejala-gejala fisik".
Ajaran
Aristoteles tentang “yang ada” didasarkan atas ajaran para filsuf pendahulunya.
Plato telah memecahkan persoalan yang dihadapi Heracleitos dan Parmenides
dengan memandang persoalan itu dari segi keberadaan manusia.
Heracleitos
dan Parmenides dihadapkan dengan pemilihan yang sulit, yaitu “apakah kenyataan
itu berada di dalam ‘ada’ yang tak berubah, atau di dalam ‘gejala-gejala’ yang
terus menerus berubah? Herakleitos hanya mau mengakui gerak saja dan menolak
segala gagasan tentang perhentian. sedang Parmenides hanya mau mengakui
perhentian saja dan menolak segala gagasan tentang gerak dan peruhahan.
Plato
telah mecahkan persoalan itu demikian, bahwa yang serba berubah itu memang ada
dan dikenal oleh pengamatan, sedang yang tidak berubah. yaitu idea-idea,
dikenal oleh akal. Jadi menurut Plalo ada dua bentuk "yang ada",
yaitu bentuk yang dapat diamati, yang senantiasa berubah dan bentuk yang tidak
dapat diamati, yang tidak berubah. Hubungan antara kedua bentuk "ada"
itu adalah demikian, bahwa "yang tampak" adalah pengungkapan dari
"yang tidak tampak”.
Aristoteles
tidak setuju dengan pemecahan Plato ini. “Ada” yang olehnya disebut ousia,
dalam arti yang sebenarnya hanya dimiliki oleh benda-benda yang kongkrit,
artinya: yang sungguh-sungguh berada hanya benda-benda yang kongkrit (meja itu,
kursi itu. rumah itu, dll, yang diamati itu). Di luar benda-benda yang
kongkrit, dan di sampingnya tiada sesualu yang berada. "Ada" yang bersifat
umum. yang mengungkapkan jenis sesuatu, terdapat di dalam benda yang kongkrit
dan bersama-sama dengan benda yang kongkrit itu. Dapat dikatakan, bahwa
pengertianpengertian yang umum (manusia, binatang. dll) hanya mengungkapkan
apa yang dimiliki bersama oleh sekelompok benda. Pengertian umum hanya sebutan
saja, bukan benda, sekalipun yang dimaksud dengan benda itu hal yang gaib,
seperti yang diajarkan oleh Plato.
Inti
sari ajaran Aristoteles yang mengenai fisika dan metafisika terdapat dalam
ajarannya yang disebut dunamis (potensi) dan energia (aksi). Semua ajaran ini
dipakai guna memecahkan soal perubahan dan gerak. "Yang ada" dalam
arti yang mutlak adalah apa yang telah terwujud. “Yang tidak ada" hanya
dapat menjadi "yang ada" secara mutlak, atau menjadi "yang
ada" secara terwujud, jikalau melalui sesuatu, Di antara "yang tidak
ada" dan "yang ada" secara mutlak itu terdapat "ada yang
nyata-nyata mungkin", atau "yang ada” sebagai kemungkinan, sebagai bakat.
sebagai potensi, sebagai dunamis.
Perubahan
dan gerak dalam arti yang Iebih luas mencakup hal "menjadi" dan
"binasa" serta segala perubahan lainnya, baik di bidang bilangan
maupun di bidang mutu dan di bidang ruang. Tiap gerak sebenarnya mewujudkan
suatu perubahan dari apa yang ada sebagai potensi ke apa yang ada secara
terwujud. Untuk itu diperlukan adanya suatu penggerak yang pada dirinya sendiri
telah memiliki kesempurnaan, yang tidak perlu disempurnakan.
Penggerak
pertama, yang tidak digerakkan oleh penggerak yang lain ini tidak mungkin dibagi-bagi,
tidak mungkin memiliki keluasan serta bersifat fisik. Kuasanya tak terhingga
dan kekal. Penggerak pertama yang demikian itu tidak berasal dari dalam dunia,
sebab di dalam jagat raya ini tiap gerak digerakkan oleh sesualu yang lain.
Penggerak pertama ini adalah Allah. Ialah yang menyebabkan gerak abadi, yang
sendiri tidak digerakkan, karena bebas dari materi. Allah adalah Purus, Aktus
dan Murni.
Tiap
gerak diandaikan adanya tujuan. Dunia ini bertujuan, perkembangannya bergantung
pada tujuan itu. Tiap hal yang alamiah memiliki potensi untuk merealisasikan
diri sesuai dengan tujuannya. Segala sesuatu di dalam alam raya ini bertujuan.
Jagat raya laksana seorang tuan rumah yang baik, yang tidak membuang apa yang
berguna. Tujuan gerak segala badan jagat raya itu bukan untuk mencapai
kesempurnaan, tetapi untuk menuju kepada Penggerak yang tidak digerakkan, yang
tidak berada dalam ruang yang terbatas, yang tidak bersifat badani, yang adalah
bentuk aktus murni, yaitu Allah, Ialah yang menggerakkan badan jagat raya ini.
Ajaran Aristoteles tentang manusia melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama masih dipengaruhi oleh Plato,
mengajarkan tentang dualisme tubuh dan jiwa serta mengajarkan praeksistensi
jiwa.
2. Kemudian meninggalkan dualisme itu. Tubuh dan jiwa
dipandang sebagai dua aspek dari satu substansi, yang saling berhubungan, jika
tubuh adalah materi, maka jiwa adalah bentuknya. Jiwa adalah aktus pertama yang
membuat tubuh menjadi hidup. Pada waktu manusia mati, jiwanya ikut binasa, maka
tiada praeksistensi jiwa dan tidak ada jiwa yang tidak dapat mati.
Ajaran
Aristoteles tentang negara berhubungan erat dengan etika. Dapat dikatakan,
bahwa ajarannya tentang negara mewujudkan lanjutan dan penyelesaian ajarannya
tentang etika. Manusia adalah zoon politikon, makhluk sosial, makhluk hidup
yang membentuk masyarakat. Demi keberadaannya dan demi penyempurnaan dirinya
diperlukan persekutuan dengan orang lain. Untuk keperluan itu dibutuhkan
negara. Negara bertujuan untuk memungkinkan hidup dengan baik, seperti halnya
dengan segala lembaga yang lain.
Di
bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah
gabungan dari bentuk demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya
dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala
ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam
sekali seperti fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya
studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika
formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Dapat
dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat
dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles
dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13,
dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 - 1204), dan dengan teologi Islam
oleh Ibnu Rusyid (1126 - 1198).
Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja
dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika,
melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau
"the master of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan
oleh Dante Alighieri.
Ah, akhirnya TAMAT BAB 1